This is just my little world. Please don't bash my little world

Selasa, 03 Desember 2013

My Strory : Behind You




Kulihat kau di sana, duduk berkelompok bersama teman-temanmu yang lain. Kadang kau tersenyum, tertawa, jengkel, dan kadang kau pun marah pada mereka. Aku tak bisa menyembunyikan senyum geliku melihat tingkahmu. Kau selalu bertingkah seolah-olah tak memiliki beban hidup. Di satu sisi aku menyukai hal itu, tapi di sisi lain aku iri akan hal itu.

Hari ini, lagi dan lagi, aku kembali mengamatimu dari belakangmu. Berpura-pura duduk di bawah pohon—yang entah apa namanya— sendirian, hanya untuk mengamatimu yang tak akan pernah menyadari keberadaanku. Aku bukan penguntit, juga bukan salah satu dari penggemar fanatikmu. Aku bukan siapa-siapa, aku hanya seorang gadis penyendiri yang kagum akan sikapmu. Bukan hanya kagum, tapi aku juga iri padamu. Kau, bagaikan matahari yang menyinari semua orang di sekelilingmu, membawa energi positif yang menenangkan, sedangkan aku? Haha, aku hanyalah seorang yang suram yang susah untuk bergaul. Kita berdua ini bagaikan langit dan bumi, kalau kubilang.

“Ni- Nico, aku suka padamu. Ma—“
Thanks, ya. Tapi, sorry kita jadi temen aja. Aku nggak mau pacaran dulu.”

                Kali ini aku melihatmu ‘ditembak’ seorang cewek lagi—entah untuk yang keberapa kalinya. Kau begitu populer, ya? Tapi, aku bingung, selama aku mengamatimu, aku tak pernah melihatmu menerima satu pun cewek yang berani ‘menembak’-mu. Kau selalu menolak mereka dengan kata-kata yang sama. Ada apa denganmu? Padahal kau bisa dengan gampang memilih cewek yang ingin kau jadikan pacar, tapi kenapa kau malah tak mau berpacaran dulu? Ohh, entahlah, tetapi sepertinya aku tak perlu tahu. Karena aku cuma pengagum rahasiamu—tolong jangan berpikiran negatif tentang ini.

                Kali ini, aku tak punya waktu untuk mengamatimu. Sedikit kecewa memang, tapi tugasku sebagai seorang Ketua Kelas kelasku harus kujalani. Aku berjalan dengan langkah lebar menuju ruang guru untuk mengumpulkan tugas teman-teman. Namun, saat aku hendak berjalan lurus ke depan menuju ruang guru, mataku menangkap kau sedang bersender di dinding lorong menuju tempat parkir. Aku pun segera berhenti, menyembunyikan diriku untuk dapat mengamati apa yang terjadi padamu. Kulihat kau menerawang jauh, sedikit air mata—yang sepertinya kau bendung mulai keluar perlahan.

                Mataku terbelalak kaget, ingin sekali kuhampiri kau yang menangis dalam diam. Memberimu sapu tangan, menghiburmu, dan menyemangatimu. Tapi entahlah, kakiku memang bergerak ke arahmu, tanganku juga memberikanmu sapu tangan, tapi lain dengan mulutku yang tak sejalan ini.

                “Untukmu,” kataku sambil memberimu sebuah sapu tangan putih milikku. Kulihat kau terbelalak kaget akan kehadiranku yang memergokimu. “Tenang saja, aku tak akan memberi tahu hal ini pada siapa pun,” kataku datar, “dan, aku tahu kau cowok. Tapi, jika kau menangis lebih baik menangis, jangan ditahan. Menangis dalam diam itu… kurang, menurutku,” lanjutku. Ia hanya mengangguk kecil dengan senyum sambil mengelap matanya yang mulai menitikan sedikit air mata tadi. Aku membalas anggukannya dan berniat pergi untuk melanjutkan kegiatanku yang tertunda, diiringi dengan ucapan “terima kasih” darinya.

                Yah, semenjak kejadian di hari itu tak ada yang berubah. Dia berkumpul dan bersenda gurau dengan teman-temannya dengan aku yang selalu mengamatinya dari belakang. Sapu tanganku memang sempat dikembalikannya, tapi hal itu tak mengubah keadaan kami. Aku dan dia memang bagaikan langit dan bumi. Dan bagiku, untuk melihatnya bahagia dari belakang saja dan tidak melihat kesedihannya seperti hari itu, sudah lebih dari cukup.

.TAMAT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hetalia: Axis Powers - Norway